Selasa, 13 November 2012

Kabupaten Blora







Kabupaten Blora, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Blora, sekitar 127 km sebelah timur Semarang. Berada di bagian timur Jawa Tengah, Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Timur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati di utara, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bojonegoro (Jawa Timur) di sebelah timur, Kabupaten Ngawi (Jawa Timur) di selatan, serta Kabupaten Grobogan di barat.

Blok Cepu, daerah penghasil minyak bumi paling utama di Pulau Jawa, terdapat di bagian timur Kabupaten Blora. Wilayah Kabupaten Blora terdiri atas dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Bagian selatan juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur Semarang hingga Lamongan (Jawa Timur). Ibukota kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan Pegunungan Kapur Utara.

Separuh dari wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan, terutama di bagian utara, timur, dan selatan. Dataran rendah di bagian tengah umumnya merupakan areal persawahan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Blora merupakan daerah krisis air (baik untuk air minum maupun untuk irigasi) pada musim kemarau, terutama di daerah pegunungan kapur. Sementara pada musim penghujan, rawan banjir longsor di sejumlah kawasan.Kali Lusi merupakan sungai terbesar di Kabupaten Blora, bermata air di Pegunungan Kapur Utara (Rembang), mengalir ke arah barat melintasi kota Purwodadi yang akhirnya bergabung dengan Kali Serang. Kabupaten Blora terdiri atas 16 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 271 desa dan 24 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Blora.

Di samping Blora, kota-kota kecamatan lainnya yang cukup signifikan adalah Cepu, Jiken, Ngawen, dan Randublatung. Asal Usul Nama Blora : Menurut cerita rakyat Blora berasal dari kata BELOR yang berarti lumpur, kemudian berkembang menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama BLORA. Secara etimologi Blora berasal dari kata WAI + LORAH. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah.

Dalam bahasa Jawa sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan arti kata. Sehingga seiring dengan perkembangan zaman kata WAILORAH menjadi BAILORAH, dari BAILORAH menjadi BALORA dan kata BALORA akhirnya menjadi BLORA.Jadi nama BLORA berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan pengertian tanah berlumpur.

Blora Era Kerajaan di bawah Kadipaten Jipang
Blora di bawah Pemerintahan Kadipaten Jipang pada abad XVI, yang pada saat itu masih di bawah pemerintahan Demak. Adipati Jipang pada saat itu bernama Aryo Penangsang, yang lebih dikenal dengan nama Aria Jipang. Daerah kekuasaan meliputi: Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Akan tetapi setelah Jaka Tingkir (Hadiwijaya) mewarisi takhta Demak, pusat pemerintahan dipindah ke Pajang. Dengan demikian Blora masuk Kerajaan Pajang.

Blora di bawah Kerajaan Mataram
Kerajaan Pajang tidak lama memerintah, karena direbut oleh Kerajaan Mataram yang berpusat di Kotagede Yogyakarta. Blora termasuk wilayah Mataram bagian Timur atau daerah Bang Wetan. Pada masa pemerintahan Paku Buwana I (1704-1719) daerah Blora diberikan kepada putranya yang bernama Pangeran Blitar dan diberi gelar Adipati. Luas Blora pada saat itu 3.000 karya (1 karya = ¾ hektar). Pada tahun 1719-1727 Kerajaan Mataram dipimpin oleh Amangkurat IV, sehingga sejak saat itu Blora berada di bawah pemerintahan Amangkurat IV.

Blora di Zaman Perang Mangkubumi (tahun 1727–1755)
Pada saat Mataram di bawah Paku Buwana II (1727-1749), terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mangku Bumi dan Mas Sahid, Mangku Bumi berhasil menguasai Sukawati, Grobogan, Demak, Blora, dan Yogyakarta. Akhirnya Mangku Bumi diangkat oleh rakyatnya menjadi raja di Yogyakarta.Berita dari Babad Giyanti dan Serat Kuntharatama menyatakan bahwa Mangku Bumi menjadi raja pada tanggal 1 Sura tahun Alib 1675, atau 11 Desember 1749. Bersamaan dengan diangkatnya Mangku Bumi menjadi raja, maka diangkat pula para pejabat yang lain, di antaranya adalah pemimpin prajurit Mangkubumen, Wilatikta, menjadi Bupati Blora Blora di bawah Kasultanan Perang Mangku Bumi diakhiri dengan perjanjian Giyanti, tahun 1755, yang terkenal dengan nama 'palihan negari', karena dengan perjanjian tersebut Mataram terbagi menjadi dua kerajaan, yaitu Kerajaan Surakarta di bawah Paku Buwana III, sedangkan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwana I. Di dalam Palihan Negari itu, Blora menjadi wilayah Kasunanan sebagai bagian dari daerah Mancanegara Timur, Kasunanan Surakarta. Akan tetapi Bupati Wilatikta tidak setuju masuk menjadi daerah Kasunanan, sehingga beliau pilih mundur dari jabatannya

Blora sebagai Kabupaten
Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram, Kabupaten Blora merupakan daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini karena Blora terkenal dengan hutan jatinya. Blora mulai berubah statusnya dari apanage menjadi daerah kabupaten pada hari Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal 11 Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan HARI JADI KABUPATEN BLORA. Adapun Bupati pertamanya adalah WILATIKTA.

Perjuangan Rakyat Blora menentang Penjajahan
Perlawanan Rakyat Blora yang dipelopori petani muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Perlawanan petani ini tak lepas dari makin memburuknya kondisi sosial dan ekonomi penduduk pedesaan pada waktu itu. Pada tahun 1882 pajak kepala yang diterapkan oleh Pemerintah Penjajah sangat memberatkan bagi pemilik tanah (petani). Di daerah-daerah lain di Jawa, kenaikan pajak telah menimbulkan pemberontakan petani, seperti peristiwa Cilegon pada tahun 1888. Selang dua tahun kemudian seorang petani dari Blora mengawali perlawanan terhadap pemerintahan penjajah yang dipelopori oleh Samin Surosentiko.

Gerakan Samin sebagai gerakan petani antikolonial lebih cenderung mempergunakan metode protes pasif, yaitu suatu gerakan yang tidak merupakan pemberontakan radikal bersenjata. Beberapa indikator penyebab adanya pemberontakan untuk menentang kolonial penjajah Belanda antara lain: Berbagai macam pajak diimplementasikan di daerah Blora Perubahan pola pemakaian tanah komunal Pembatasan dan pengawasan oleh Belanda mengenai penggunaan hasil hutan oleh penduduk Indikator-indikator ini mempunyai hubungan langsung dengan gerakan protes petani di daerah Blora. Gerakan ini mempunyai corak MILLINARISME, yaitu gerakan yang menentang ketidakadilan dan mengharapkan zaman emas yang makmur. Blora dilalui jalan provinsi yang menghubungkan Kota Semarang dengan Surabaya lewat Purwodadi. Jalur ini kurang begitu ramai jika dibandingkan dengan jalur Semarang-Surabaya lewat Rembang, karena kondisi jalannya yang kalah lebar. Blora juga dapat dicapai dengan menempuh jalur Semarang-Kudus-Rembang-Blora.

Jalur kereta api melewati wilayah Kabupaten Blora, namun tidak melintasi ibukota kabupaten ini. Jalur tersebut melintas di bagian selatan. Stasiun kereta api Cepu merupakan yang terbesar, di mana berhenti kereta api jurusan Surabaya-Jakarta (KA Sembrani), Surabaya-Semarang (KA Rajawali), serta kereta api lokal Semarang-Bojonegoro (KRD). Blora memiliki juga alat transportasi lainnya seperti dokar, cikar, becak, dan sebagainya.Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Kabupaten Blora. Pada subsektor kehutanan, Blora adalah salah satu daerah utama penghasil kayu jati berkualitas tinggi di Pulau Jawa.

Daerah Cepu sejak lama dikenal sebagai daerah tambang minyak bumi, yang dieksploitasi sejak era Hindia Belanda. Blora mendapat sorotan internasional ketika di kawasan Blok Cepu ditemukan cadangan minyak bumi sebanyak 250 juta barel. Bulan Maret 2006 Kontrak Kerja Sama antara Pemerintah dan Kontraktor (PT. Pertamina EP Cepu, Exxon Mobil Cepu Ltd, PT Ampolex Cepu telah ditandatangani, dan Exxon Mobil Cepu Ltd. ditunjuk sebagai operator lapangan, sesuai kesepakatan Joint Operating Agreement (JOA) dari ketiga kontraktor tersebut, perkembangan terakhir untuk saat ini Plan Of Development (POD)I Lapangan Banyu Urip telah disahkan Menteri ESDM,

Makanan khas Blora adalah: satai kambing/satai ayam khas Blora, lontong tahu, limun kawis, serabi, es cau, keripik tempe garing abiz khas Blora dan mMho. Di Blora juga ada makanan khas yang hanya ada pada kawasan hutan Jati yakni ungker (sejenis kepompong).Kesenian khas Blora adalah: Barongan dan Tayub.Tokoh terkenal asal Kabupaten Blora adalah: Pramoedya Ananta Toer, Ali Moertopo, Mukti Ali, LB Moerdani, Henri Hugo Geul, Aryo Penangsang dan Samin Surosentiko, serta Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (lahir dan besar di Cepu, Kab. Blora).Tempat pariwisata di Kabupaten Blora: Goa Terawang, Waduk Tempuran, Wisata Kereta Lokomotif lewat hutan jati.Tanaman hias merupakan bisnis yang menjanjikan di Blora.Sentra kerajinan kayu jati berada di Jepon yang terletak 7 km dari Blora ke arah Cepu.Wali, grup musik Pop Melayu yang semua personilnya berasal Blora yang lebih memilih Tangerang sebagai kota domisili lain selain Blora itu sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar